Rabu, 16 April 2014



TUGAS TERSTRUKTUR

SOSIOLOGI PERTANIAN

PROSES – PROSES SOSIAL MASYARAKAT PERTANIAN









Disusun Oleh:

Nama              : Ahmad Arif Darmawan
NIM                : A1L013064
Dosen              : Ir. Sri Widarni, M.Si


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO

2014


PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, sehingga tidak jarang konflik yang terjadi di Indonesia adalah konflik dalam hal memperebutkan tanah sebagai salah satu lahan produksi yang menunjang kehidupan manusia dan merupakan salah satu faktor penentu kesejahteraan masyarakat di dalam suatu negara.
Konflik agraris ini bukan hanya terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, tetapi juga bisa terjadi antara kelompok dengan kelompok karena sama-sama merasa tanah tersebut menjadi hak kepemilikan mereka.
Masalah-masalah yang serius dihadapi dalam sektor pertanian semakin menumpuk di antaranya pemilikan lahan yang semakin mengecil, akses terhadap input pertanian yang semakin mahal, biaya transaksi yang terus melambung, dan kelembagaan ekonomi yang tidak pernah berpihak kepada petani. Akibatnya posisi tawar masyarakat desa sangat lemah terutama waktu menjual hasil produksi usaha taninya. Mereka selalu berada dalam posisi yang dirugikan dan menjadikan mereka semakin miskin dan tidak berdaya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia memang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Namun pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Di bandingkan dengan penduduk miskin pada tahun 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta. Pertambahan penduduk miskin di daerah pedesaan sedikit lebih tinggi dari pada daerah perkotaan. Oleh karena itu makalah ini dibuat untuk membahas berbagai permasalahan yang terjadi di kalangan petani maupun kelompok tani.
B.       Tujuan
1.              Dapat mengetahui definisi interaksi sosial.
2.              Dapat mengetahui tentang interaksi sosial disosiatif.
3.              Dapat mengetahui kasus pada proses sosial di masyarakat pedesaan.

PERMASALAHAN
Sumatera Utara dari luas 647.223 ha lahan pertanian yang tersedia untuk dikembangkan, sebagian besar lahan, yaitu sekitar 429.751 ha(66,4%) diarahkan untuk komoditas tanaman semusim. Sisanya seluas 2141.972 ha (21,9%) untuk komoditas tanaman tahunan, dan 75.500 ha (11,7%) diarahkan untuk padi sawah.
Dewasa ini di Sumatera Utara banyak pertikaian akibat adanya HGU ( Hak Guna Lahan ). Pada 23 Agustus 2013 terjadi bentrokan antar petani yang memperebutkan lahan garapan eks PTPN II  di Dusun Undian, Desa Tandukan Raga, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang. Pada 17 Oktober 2011. Ketujuh kelompok tani yang tergabung dalam Organisasi Tani Maju Bersama itu diantaranya, Kelompok Tani Bersaudara, Kelompok Tani Suka Rasmi, Kelompok Tani Tunas Baru, Kelompok Tani Karang Seroja, Kelompok Tani Lembah Harapan, Serikat Tani Serdang Bedagai dan Yayasan Bitra Indonesia.Mereka mengumpulkan ratusan warga garapan untuk bersama-sama berjuang merebut kembali 249 hektar yang yang telah dirampas dengan kekerasan oleh PTPN III Kebun Gunung Pamela Tahun 1998 karena di klaim sebagai lahan yang masuk Wilayah Hak Guna Usaha (HGU-red) PTPN III Gunung Pamela.
Kondisi demikian semakin tak terelakkan di kalangan petani pedesaan. Di samping timbulnya masyarakat petani miskin juga akan memperlambat proses perubahan sosial. Dalam konteks ini perubahan dimaksud yakni: pertamaadanya deprivasi relatif, yaitu persepsi seorang pelaku atas kesenjangan antara nilai harapan dan nilai kemampuannya. Ini adalah celah antara apa yang orang yakini sebagai haknya dan apa yang mereka pikir mereka mampu memperoleh dan mempertahankannya. Deprivasi relatif seringkali menyebabkan frustrasi yang mengarah kepada agresi, dan frustrasi ini menciptakan potensi kekerasan kolektif (agresi). Dalam hal ini deprivasi relatif merupakan suatu potensi bagi kerjasama kolektif.
Kedua, adanya dislokasi, yaitu perasaan tidak punya tempat dalam tatanan sosial yang sedang berkembang. Ketiga, disorientasi, yaitu perasaan seperti tidak punya pegangan atau tujuan hidup akibat tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Keempat, negativisme, yaitu perasaan yang mendorong ke arah pandangan yang serba negatif kepada tatanan yang baru berkembang dengan berbagai sikap tidak percaya, curiga, bermusuhan, melawan, dan sebagainya. Kondisi demikian yang membuat laju perubahan sosial cenderung berjalan mundur.
Perubahan itu memang menjadi implikasi logis dari proses industrialisasi ataupun modernisasi terutama menyangkut proses penyempitan lahan dan masuknya ekonomi uang ke pedesaan yang mempengaruhi pergeseran struktur sosial yang dapat disejajarkan dengan proses individualisasi dan komersialisasi. Masyarakat pada hakikatnya merespons perubahan tersebut walaupun ternyata respons itu tidak mendapat tanggapan serius dari pemerintah setempat khususnya dalam menghadapi pihak luar sehingga pada akhirnya hak-hak mereka menjadi terbatas, kehilangan sumber ekonomi, dan pergeseran nilai-nilai sosial.



PEMBAHASAN
Definisi Proses Sosial dan Interaksi Sosial
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara social dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan sosial.
Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok dalam masyarakat. Interaksi social merupakan kunci dari semua kehidupan social, karena tanpa interkasi social tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial. Bentuk umum proses social adalah interaksi social(yang juga dapat dinamakan sebagai proses social). Interaksi ini sifatnya dinamis.
Ciri-Ciri  dan Tujuan Interaksi Sosial
Menurut Charles P. Loomis, sebuah hubungan itu bisa dikatakan interaksi sosial jika memiliki ciri-ciri hubungan sebagai berikut :
1.      Jumlah pelakunya adalah dua orang atau lebih
2.      Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol atau lambang-lambang
3.      Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang
4.      Adanya tujuan yang hendak dicapai Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dari interaksi sosial itu adalah sebagai berikut :
a.    Terciptanya hubungan yang harmonis.
b.    Tercapainya tujuan hubungan dan kepentingan.
c.    Sebagai sarana dalam mewujudkan keteraturan hidup (kehidupan sosial (masyarakat).

Definisi  Proses Sosial Disosiatif
Proses disosiatif merupakan proses perlawanan (oposisi) yang dilakukan oleh individu-individu dan kelompok dalam proses sosial di antara mereka pada suatu masyarakat. oposisi dilakukan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau kelompok tetentu atau norma dan nilai yang dianggap tidak mendukung perubahan untuk mencapai tujuan-tujuan yang di inginkan. Contoh dari proses disosiatif adalah sebagai berikut:
Konflik
Konflik/pertentangan adalah suatu proses sosial di mana individu ataupun kelompok menyadari memiliki perbedaan-perbedaan, misalnya dalam ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, prinsip, politik, ideologi maupun kepentingan dengan pihak lain. Perbedaan ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada sehingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian itu sendiri dapat menghasilkan ancaman atau kekerasan fisik.
Faktor-faktor penybab pertentangan, yaitu:
1.      Perbedaan antara individu-individu, perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antar mereka.
2.      Perbedaan kebudayaan, perbedaan kepribadian seseorang tergantung pada pola-pola kebudayaan, dari keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia.
3.      Perbedaan kepentingan, wujud kepentingan misalnya kepentingan ekonomi, politik, dan lain sebagainya dapat menyebabkan terjadinya suatu pertentangan baik antar individu maupun antar kelompok.
4.      Perubahan sosial, perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, dan ini mengakibatkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya.
Bentuk-bentuk khusus pertentangan:
1.      Pertentangan pribadi, terjadi antara orang peroranganyang masing-masing memiliki pendirian yang berbeda.
2.      Pertentangan rasial, pertentangan antar ras yang diakibatkan adanya perbedaan ciri fisik maupun perbedaan kepentingan dan kebudayaan. Misalnya pertentangan orang negro dengan orang kulit putih di AS.
3.      Pertentangan antar kelas sosial, pertentangan yang terjadi antar kelas sosial yang berbeda, misal pertentangan antar buruh dan majikan.
4.      Pertentangan politik, biasanya pertentangan ini menyangkut baik antara golongan-golongan dalam suatu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat.
5.      Pertentangan yang bersifat internasional, ini disebabkan karena perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara.
Akibat-akibat dari bentuk pertentangan, antara lain:
1.      Tambahnya solidaritas in-group
2.      Goyah dan retaknya persatuan kelompok
3.      Perubahan kepribadian
4.      Akomodasi, dominasi, dan takluknya satu pihak tetentu
Konflik dalam Masyarakat Tani
Konflik merupakan hal yang biasa terjadi di masyarakat sebagai akibat adanya interaksi sosial antar masyarakat. Penyebab terjadinya konflik antar petani dapat berupa  :
1.         Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi kesepakatan yang telah dibuat
2.         Perbedaan pemahaman akan pentingnya kesepakatan yang telah dibuat
3.         Perbedaan sikap dan kepribadian
4.         Perubahan keadaan yang mendadak.
Salah satu konflik yang sering muncul pada masyarakat tani adalah konflik komunikasi.  Konflik komunikasi dalam bidang pertanian adalah terjadinya suatu keadaan, dimana komponen-komponen masyarakat tidak berfungsi sebagaimana mestinya atau terintegrasi secara tidak sempurna. Untuk itu penanganan masalah konflik komunikasi dalam bidang pertanian dapat mengacu pada teori konflik dengan penegasan sebagai kumpulan ide dalam memajukan gerakan-gerakan sosial atau untuk mempertahankan institusi sosial. Ideologi lebih merupakan sebuah sistem yang menjadi pedoman praktis.
Tiga bentuk ideologi pokok teori konflik yang muncul pada abad ke-19 diantaranya adalah sosialisme Marxis dan dua jenis sosial-Darwinisme. Hal ini merupakan hal yang sangat penting dalam memahami teori konflik untuk membedakan ideologi dengan teori sains. Satu hal lagi dalam ideologi pokok teori konflik pada abad ke-19 menjadi ranah yang luar biasa dan masalah-masalah vital karena akhirnya sains sosial dapat mengatasi kondisi ini.
Seperti halnya yang terjadi di Sumatera Utara banyak pertikaian akibat adanya HGU ( Hak Guna Lahan ). Pada 23 Agustus 2013 terjadi bentrokan antar petani yang memperebutkan lahan garapan eks PTPN II  di Dusun Undian, Desa Tandukan Raga, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang. Pada 17 Oktober 2011. Ketujuh kelompok tani yang tergabung dalam Organisasi Tani Maju Bersama itu diantaranya, Kelompok Tani Bersaudara, Kelompok Tani Suka Rasmi, Kelompok Tani Tunas Baru, Kelompok Tani Karang Seroja, Kelompok Tani Lembah Harapan, Serikat Tani Serdang Bedagai dan Yayasan Bitra Indonesia.Mereka mengumpulkan ratusan warga garapan untuk bersama-sama berjuang merebut kembali 249 hektar yang yang telah dirampas dengan kekerasan oleh PTPN III Kebun Gunung Pamela Tahun 1998 karena di klaim sebagai lahan yang masuk Wilayah Hak Guna Usaha (HGU-red) PTPN III Gunung Pamela.
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.
Dalam rangka pemberian Hak Guna Usaha, tidak semua tanah dapat menajdi objek Hak Guna Usaha. Adapun tanah-tanah yang dikecualikan sebagai objek Hak Guna Usaha tersebut adalah     :
a. tanah yang sudah merupakan perkampungan rakyat,
b. tanah yang sudah diusahakan oleh rakyat secara menetap,
c. tanah yang diperlukan oleh pemerintah.
Dalam konteks luas tanah yang dapat diberikan status Hak Guna Usaha, Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 menyebutkan bahwa luas minimum tanah yang dapat diberikan status Hak Guna Usaha adalah lima hektar. Sedangkan luas maksimum dari tanah yang dapat diberikan kepada perorangan adalah dua puluhlima hektar. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3). Untuk luas tanah yang akan diberikan kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang bersangkutan dengan mengingat luas tanah yang diperlukan untuk melaksanakan usaha yang paling berdaya guna di bidang usaha yang bersangkutan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahu 1996.
Jangka Waktu Hak Guna Usaha
Jangka waktu pemberian Hak Guna Usaha dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. Dalam rumusan pasal tersebut disebutkan bahwa:
1.         Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.
2.         Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.
3.         Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.
Berdasarkan rumusan pasal 29 sebagaimana tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu antara 25 tahun hingga 35 tahun, dengan ketentuan bahwa setelah berakhirnya jangka waktu tersebut, Hak Guna Usaha tersebut dapat diperpanjang untuk masa 25 tahun berikutnya.
Inilah faktor yang menjadi banyaknya pertikaian atau konflik masyarakat tani di Sumatera Utara. Banyak faktor yang telah menyebabkan terjadinya konflik komunikasi dalam bidang pertanian. Misalkan perbedaan pendirian dan keyakinan setiap petani akan menyebabkan konflik antar individu. Dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-bentrokan pendirian, dan masing-masing pihakpun berusaha membinasakan lawannya. Konflik tidak selalu diartikan sebagai pembinasaan fisik, tetapi bisa pula diartikan dalam bentuk pemusnahan simbolik atau melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tak disetujuinya.
Disamping perbedaan pendirian, perbedaan kebudayaan maupun perbedaan status sosial dapat menimbulkan konflik, sehingga memiliki kesenjangan yang relatif besar. Hal tersebut juga dapat memicu konflik apabila tidak dilakukan komunikasi dengan baik yang tidak hanya menimbulkan konflik antar individu, tetapi juga antar kelompok tani.
Kesenjangan tersebut sebagai pemicu terjadinya konflik komunikasi sehingga upaya penyebarluasan teknologi pertanian mengalami hambatan-hambatan secara sosial, karena tidak tercapainya kesamaan persepsi antara komunikator dengan komunikan. Untuk melakukan persamaan persepsi perlu pengembangan wawasan dengan bobot teori pendukung sebagai upaya saling pengertian dan pemahaman. 
Dalam teori konflik dinyatakan bahwa pola kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan pola-pola prilaku yang berbeda pula dalam kelompok tani yang luas, sehingga apabila terjadi konflik-konflik karena alasan ini, konflik-konflik itu akan bersifat luas dan karenanya akan bersifat konflik antar kelompok tani.
Kepentingan yang berbeda-bedapun memudahkan terjadinya konflik. Mengejar tujuan untuk kepentingan masing-masing yang berbeda-beda, maka kelompok tani-kelompok tani akan bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan kesempatan dan sarana. Kepentingan agen penyuluhan pertanian, para sumber teknologi (peneliti) dan kepentingan petani kadang-kadang berbeda dalam hal persepsi terhadap sebuah program.
Perbedaan pendirian, budaya, kepentingan, dan sebagainya sering terjadi pada situasi-situasi perubahan sosial. Dan, perubahan-perubahan sosial ini secara tidak langsung dapat dilihat sebagai penyebab juga terjadinya konflik-konflik sosial dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial yang cepat inilah yang akan mengakibatkan berubahnya sistem nilai di dalam masyarakat, dan pada akhirnya akan menyebabkan perbedaan-perbedaan pendirian di dalam masyarakat. 
Jadi, konflik dalam pembangunan pertanian pedesaan sebagai upaya menanggulangi keterbelakangan dan kemiskinan petani adalah sebuah proses yang sifatnya disosiatif. Namun, sekalipun sering berlangsung dengan dengan keras dan tajam, proses-proses konflik sering pula mempunyai akibat-akibat yang positif bagi masyarakat. Positif tidaknya konflik tergantung dari persoalan yang dipertentangkan, dan tergantung pula dari struktur sosial yang menjadi ajang berlangsungnya konflik. 
Akibat positif dari konflik adalah bertambahnya solidaritas intern dan rasa in-group suatu kelompok tani. Apabila terjadi pertentangan antar kelompok tani, solidaritas anggota-anggota di dalam masing-masing kelompok tani, yang pada situasi normal sulit dikembangkan, akan langsung meningkat pesat saat terjadinya konflik dengan pihak luar. Akibat negatif dari terjadinya konflik yaitu terjadinya peperangan yang akan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan harta.
          Konflik antar kelompok tani juga akan memudahkan terjadinya perubahan dan perubahan kepribadian individu. Apabila terjadi pertentangan antara dua kelompok tani yang berlainan, maka individu-individu akan mudah mengubah kepribadiannya untuk mengidentifikasikan dirinya secara penuh dengan kelompok taninya. 
Konflik akan berakhir dengan berbagai kemungkinan. Apabila kekuatan masing-masing pihak yang berkonflik adalah berimbang maka kemungkinan besar akan terjadi usaha akomodasi oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, apabila kekuatan yang tengah berkonflik tidak berimbang maka akan terjadi penguasaan (dominasi) oleh salah satu pihak yang kuat terhadap lawannya. 
Disamping itu, konflik dapat juga dianggap sebagai salah satu fenomena perilaku yang menyimpang dalam kehidupan bermasyarakat. Yang dimaksud dengan prilaku menyimpang ini adalah prilaku dari masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku. Secara sederhana, orang dapat dikatakan menyimpang apabila menurut anggapan sebagian besar masyarakat bahwa prilaku atau tindakannya diluar kebiasaan, adat istiadat, aturan, nilai-nilai, atau norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.
Pemahaman mengenai bagaimana seseorang atau sekelompok tani orang dapat berprilaku menyimpang dapat dipelajari dari berbagai perspektif teoritis. Ada dua perspektif yang bisa digunakan untuk memahami sebab-sebab dan latar belakang seseorang atau sekelompok tani orang berprilaku menyimpang, yaitu perspektif individualistik dan teori-teori sosial. Kedua perspektif ini dalam penerapannya kadang kala tidak dapat dibedakan dengan tegas karena keduanya memiliki penjelasan yang komprehensif dan saling tumpang tindih. Tetapi, sangat baik jika menggunakan kedua perspektif ini untuk menjelaskan fenomena tentang terjadinya penyimpangan. Salah satu teori yang berperspektif sosiologi adalah teori konflik. 
Teori konflik lebih menitikberatkan analisisnya pada asal usul terciptanya suatu aliran atau tertib social. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usul terjadinya pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang berprilaku menyimpang. Perspektif konflik lebih menekankan sifat pluralitik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai kelompok taninya. Karena kekuasaan yang dimiliki oleh kelompok tani-kelompok tani elite, maka kelompok tani-kelompok tani itu juga memiliki kekuasaan untuk menciptakan peraturan, khususnya hukum yang dapat melayani kepentingan-kepentingan mereka. Dalam hubungannya dengan hal ini, maka perspektif konflik memahami masyarakat sebagai kelompok tani-kelompok tani dengan berbagai kepentingan yang bersaing dan akan cenderung saling berkonflik. Melalui persaingan itu, maka kelompok tani-kelompok tani dengan kekuasaan yang berlebih akan menciptakan hukum dan aturan-aturan yang menjamin kepentingan mereka          dimenangkan.






PENUTUP
A.       Kesimpulan
Proses sosial adalah setiap interaksi sosial yang berlangsung dalam suatu jangka waktu yang sedemikian rupa hingga menunjukkan pola-pola pengulangan hubungan perilaku dalam kehidupan masyarakat. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial(yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Proses Sosial perlu digunakan untuk menjaga komunikasi antar masyarakat tani, kelompok tani maupun kelompok tani dengan pemerintah. 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda